Penggunaan BTP (bahan tambahan pangan) bertujuan untuk mempertahankan kualitas daya simpan, sehingga penggunaannnya hingga sekarang masih tinggi. Identifikasi Formalin dalam Makanan
Salah satu penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang, yakni penggunaan penggunaan formalin. Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Penggunaan formalin pada makanan tidak diperbolehkan karena akan berdampak pada kesehatan masyarakat.
Formalin adalah bahan kimia yang kegunaannya untuk keperluan luar tubuh. Formalin biasanya digunakan sebagai pengawet mayat dan organ-organ makhluk hidup, pembunuh hama, bahan desinfektan dalam industri plastik dan busa, serta untuk sterilisasi ruang (Poma, 2013).
Sifat Fisika Kimia formlain
Formaldehida adalah anggota keluarga yang paling sederhana dari aldehida, tetapi sangat reaktif, dimana bentuk gas dikenal sebagai formaldehida dan bentuk cairan seperti formalin.
Khas dari formaldehida adalah tidak berwarna, beracun, dan gas mudah terbakar dan formula kimianya adalah CH2O yang juga dikenal sebagai methanal, umumnya diproduksi oleh oksidasi metanol.
Formaldehida digunakan sebagai disinfektan dan pengawet , dan juga banyak digunakan dalam industri tekstil, kayu lapis, kertas, isolator  plastik dan industri cat. Baru baru ini, lembaga internasional untuk penelitian pada kanker (iarc) telah mengklasifikasikan formaldehida sebagai sebuah kelompok 1 zat karsinogenik terhadap manusia (Noordiana, 2011).
Formalin adalah bahan kimia pucat dari 37- 50% larutan terlarut formaldehida (CH2O) dalam air.Â
Zat ini mudah terbakar, sangat reaktif dengan banyak zat dan mudah mengalami polimerisasi, gas tidak berwarna pada suhu dan tekanan normal.Â
Di udara, formalin mudah rusak oleh sinar matahari, dengan waktu paruh sekitar 30-50 menit (WHO 1999) .Tapi dalam bentuk cair, itu stabil dari waktu ke waktu. Paparan melalui pernafasan menyebabkan formalin cepat berdifusi ke dalam banyak jaringan, termasuk otak, testis, dan hati.
Formaldehid cepat diserap dari saluran pencernaan setelah proses pencernaan dan dari saluran pernapasan yang membuatnya menjadi bahan kimia berbahaya untuk digunakan sebagai pengawet (Mamun, 2014).
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, 2006).
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam kosentrasi yang sangat kecil (< 1%) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Untuk analisis formalin secara kualitatif, dapat dilakukan dengan uji Fehling. Uji Fehling digunakan untuk menguji kandungan gula tereduksi (monosakarida atau disakarida) dalam suatu sampel. Pengujian secara kualitatif ini berdasarkan keberadaan gugus aldehida atau keton yang bebas. Larutan Fehling dibagi atas dua macam yaitu larutan Fehling A ([[CuSO4]]) dan larutan Fehling B (KOH dan Na-K, tartrat). Ketika larutan basa dari kurpik hidroksida dipanaskan dalam sampel yang mengandung gula tereduksi, hasil yang didapatkan adalah warna kuning yang tidak larut atau warna merah kurprik oksida. Reaksi yang terjadi (Wikipedia, 2014) :
CuSO4+ 2KOH → Cu(OH)2 + K2SO4
Cu(OH)2dipanaskan → CuO + H2O
D-glukosa + 2 CuO dipanaskan → D-asam glukonat + Cu2O (mengendap).
Uji formalin dalam makanan juga dapat dilakukan dengan test kit formalin. Yaitu salah satu cara uji formalin dalam makanan atau minum yang sangat mudah, akan tetapi memiliki harga yang sedikit lebih mahalÂ
Penggunannnya sangat mudah dan simpel, dapt diamati digambr berikut ;
Menurut IPCS (International Programme on Chemical Safety), lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu ILO, UNEP, serta WHO, yang mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi, secara umum disebutkan bahwa batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg/liter (1 ppm setara 1 mg/liter) atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0.2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari. National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menyatakan formaldehida berbahaya bagi kesehatan pada kadar 20 ppm. Sedangkan dalam Material Safety Data Sheet (MSDS), formaldehida dicurigai bersifat kanker (Singgih, 2013).
Penggunaan formalin sebagai pengawet bahan pangan telah dilarang oleh pemerintah Indonesia, namun masih ada pihak-pihak tertentu yang melanggarnya demi kepentingan pribadi. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis rutin terhadap bahan-bahan pangan yang rentan diberi formalin untuk menjaga kualitas bahan pangan yang beredar di masyarakat (Suryadi, 2010).
Pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam (Winarno dan Rahayu, 1994).
Metode Identifikasi Formalin dalam Makanan
C. ALAT DAN BAHAN
Alat-alat
- Mortar + alu
- Tabung reaksi
- Rak tabung reaksi
- Penjepit
- Penangas air
- Corong kaca
- Pipet tetes
- Gelas kimia 250 mL
Bahan-bahan
- Aquades
- Tahu
- Mie basah
- Bakso (cilok)
- Formalin standar
- Fehling A
- Fehling B
- Kertas saring
- Tissue
D. SKEMA KERJA
E. HASIL PENGAMATAN
No | Perlakuan | Hasil pengamatan |
1 | Sampel Tahu X – Dihaluskan dengan mortar + aquades – Disaring – Filtratnya ditambah Fehling A dan Fehling B – Dipanaskan pada penangas air | – Warna tahu : putih (padat) Setelah digerus teksturnya berubah menjadi halus. + aquades : terbentuk larutan berwarna purih susu serta masih terdapat endapan-endapan tahu. – Setelah disaring, didapat filtrat dan endapan. Filtratnya berwarna putih bening dan endapan berwarna putih. – Warnanya menjadi biru muda dan terdapat endapan ungu – Larutannya berubah warna menjadi biru kehitaman dan terdapat endapan merah |
2 | Sampel Cilok X – Dihaluskan dengan mortar + aquades – Disaring – Filtratnya ditambahkan Fehling A dan Fehling B – Dipanaskan pada penangas air selama 20 menit | – Warna cilok X : abu-abu, bentuk : bulat, tekstur : kenyal. Setelah digerus teksturnya berubah menjadi halus. + aquades : terbentuk larutan berwarna abu keruh. – Setelah disaring, didapat filtrat dan endapan. Filtratnya berwarna putih susu dan endapan berwarna keabuan. – Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna biru dan lapisan bawah berwarna bening keruh – Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna hijau lumut dan lapisan bawah terdapat endapan merah. |
3 | Sampel Mie Basah X – Dihaluskan dengan mortar + aquades – Disaring – Filtratnya ditambah Fehling A dan Fehling B – Dipanaskan pada penangas air selama 20 menit | – Warna Mie Basah X : kuning pucat, tekstur : agak kenyal, lembut Setelah digerus teksturnya berubah menjadi halus seperti bubur + aquades : terbentuk larutan berwarna kekuningan (keruh) serta masih terdapat endapan-endapan mie. – Setelah disaring, didapat filtrat dan endapan. Filtratnya berwarna putih kekuningan dan endapan berwarna agak kuning. – Terbentuk 2 lapisan warna, lapisan atas berwarna biru, dan lapisan bawah berwarna kuning . – Terbentuk 3 lapisan warna, lapisan atas berwarna kecoklatan, lapisan tengah terdapat endapan merah dan lapisan bawah berwarna coklat keruh. |
4 | Formalin Standar – Ditambah Fehling A dan Fehling B – Dipanaskan pada penangas air selama 20 menit | – Warna awal formalin : bening. Setelah di tambah fehling A + B warnanya berubah menjadi biru bening. – terbentuk 2 lapisan warna, lapisan atas berwarna abu dan lapisan bawah berwarna kemerahan. |
F. ANALISIS DATA
1. Reaksi umum :
Fehling A : CuSO4
Fehling B : KOH dan Na-K, tartrat
o CuSO4 + 2KOH → Cu(OH)2+ K2SO4.
o Cu(OH)2 dipanaskan → CuO + H2O
o D-glukosa + 2 CuO dipanaskan → D-asam glukonat + Cu2O (mengendap).
2.     Formaldehid + Fehling
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith. Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas, bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet ( Astawan, 2006 ).
Formalin memiliki dampak buruk bagi kesehatan manusia. Jika tertelan formalin dapat menyebabkan iritasi dan rasa terbakar pada mulut dan esofagus, nyeri dada atau perut, nausea, vomitus, diare, ulkus pada gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal dan gagal ginjal (Yulisa, 2014). Menurut Winarno dan Rahayu (1994), pemakaian formalin pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia. Gejala yang biasa timbul antara lain sukar menelan, sakit perut akut disertai muntah-muntah, mencret berdarah, timbulnya depresi susunan saraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah), dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. injeksi formalin dengan dosis 100 gram dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.
Dengan akibat yang ditimbulkan tersebut, maka formalin sangat berbahaya apabila masuk ke dalam tubuh terutama apabila kita mengonsumsi makanan-makanan yang memang positif mengandung formalin. Oleh karena itu, pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian terhadap beberapa sampel makanan yang biasanya sering ditambahkan pengawet berupa formalin. Adapun sampel makanan yang diuji berupa bakso (cilok), tahu, dan mie basah yang dijual di pasaran dan memang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Biasanya formalin ditambahkan pada makanan tersebut untuk menambah ketahanannya. Secara fisik, bahan makanan yang mengandung formalin dapat tahan berhari-hari tanpa basi. Selain itu, dari segi tekstur juga tampak berbeda. Misalkan pada bakso, teksturnya sangat kenyal dibanding bakso lain. Untuk mie basah, biasanya ditandai dengan bau yang agak menyengat, bau formalin. Tidak lengket dan mie lebih mengkilap dibandingkan mie normal. Sedangkan pada tahu, biasanya tahu terlampau keras, namun tidak padat serta baunya juga agak menyengat, seperti bau formalin.
Pada praktikum ini, dilakukan uji kualitatif untuk menentukan positif tidaknya sampel makanan yang di uji mengandung formalin. Uji kualitatif yang dilakukan adalah uji Fehling dimana uji Fehling bertujuan mengetahui adanya gugus aldehid atau dalam praktikum ini adalah untuk menguji adanya kandungan formaldehid (formalin) dari sampel makanan berupa bakso, tahu, serta mie basah. Menurut sejarahnya, Larutan Fehling ditemukan oleh ahli Kimia Jerman bernama Hermann von Fehling pada tahun 1849. Larutan ini digunakan untuk menguji kandungan gula tereduksi (monosakarida atau disakarida) dalam suatu sampel. Pengujian secara kualitatif ini berdasarkan keberadaan gugus aldehida atau keton yang bebas (Wikipedia). Reagent yang digunakan dalam pengujian ini adalah fehling A (CuSO4) dan fehling B (KOH dan Na-K, tartrat).
Tahapan dalam pengujian ini yaitu pertama sampel yang akan kita uji di haluskan terlebih dahulu dengan menggunakan mortar sehingga tekstur yang didapatkan lebih halus, seperti bubur agar memudahkan dalam melarutkannya dengan aquades. Fungsi pelarutan ini adalah agar proses pengujiannya lebih mudah yakni dalam bentuk cair (larutan) dan kemudian disaring untuk memisahkan larutan sampel (filtrat) dengan endapan-endapannya sehingga yang terambil hanya larutannya saja. Karena apabila endapannya juga ikut dalam proses pengujian, akan sangat berpengaruh dalam proses pengamatan selanjutnya. Setelah diambil filtratnya, kemudian ditambahkan fehling A dan fehling B pada masing-masing sampel. Selanjutnya, dilakukan proses pemanasan dimana tujuan dari pemanasan ini adalah agar gugus aldehid yang mungkin ada pada sampel dapat cepat bereaksi dengan fehling sehingga membentuk suatu asam karboksilat.
Reaksi yang terjadi dalam uji fehling adalah:
Dimana pada reaksi ini, gugus aldehid pada formalin akan bereaksi dengan gugus OH dari pereaksi Fehling dengan membentuk asam karboksilat. Sedangkan Cu2O yang terbentuk merupakan hasil samping dari pembentukan asam karboksilat dimana apabila terdapat endapan Cu2O yang terbentuk dengan warna merah bata, mengindikasikan bahwa memang dalam sampel makanan yang kita uji positif mengandung formalin. Hal ini terjadi karena, senyawa aldehid (formaldehid) yang ada dalam sampel makanan dapat mereduksi Cu2+ dari pereaksi fehling menjadi Cu+ membentuk Cu2O berupa endapan merah bata sehingga apabila tidak terbentuk endapan merah bata maka memang di dalam sampel makanan yang kita uji tidak mengandung formalin karena tidak terbentuk endapan Cu2O atau Cu2+ tidak tereduksi. Sampel yang kita uji ini juga dibandingkan dengan formalin standar untuk membandingkan hasil yang didapat dengan standarnya.
Dari hasil pengujian didapatkan perubahan warna yang terjadi pada masing-masing sampel setelah dipanaskan yakni:
- Bakso (Positif): Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna biru tua dan lapisan bawah berwarna cokelat kemerahan.
- Tahu (Positif): Terbentuk 3 lapisan warna, lapisan atas berwarna biru muda, lapisan tengah berwarna agak keunguan dan lapisan bawah berwarna coklat kemerahan.
- Mie basah (Positif): Larutannya berubah warna menjadi kuning kehijauan
- Formalin standar: Terbentuk 2 lapisan warna, lapisan atas berwarna biru dan lapisan bawah berwarna coklat kemerahan
Dari hasil perubahan warna yang terjadi dan setelah kita bandingkan dengan standar, maka semua sampel (cilok,tahu, mie basah) positif mengandung formalin, dimana warna yang terbentuk yaitu coklat kemerahan pada lapisan bawah yang mengindikasikan terbentuknya endapan Cu2O.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum di atas maka dapat disimpulkan bahwa uji formalin pada bahan maknan dapat dilakukan dengan mereaksikan bahan makanan tersebut dengan fehling A dan fehling B disertai dengan pemanasan yang akan memberikan uji positif berupa endapan merah bata Cu2O yang merupakan hasil samping dari pembentukan asam karboksilat. Dimana semua sampel yakni sampelcilok, mie basah, dan tahu positif mengandung formalin.
DAFTAR PUSTAKA
- Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta : Penebar Swadaya.
- Mamun, M. A. A., dkk. 2014. Toxicological effect of formalin as food preservative on kidney and liver tissues in mice model. Bangladesh: University of Rajshahi.
- Noordiana, dkk. 2011. Formaldehyde content and quality characteristics of selected fish and seafood from wet markets. Selangor : UPM.
- Poma, Risna DJ. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Mie Basah yang Dijual di Lingkungan Kampus Universitas Negeri Gorontalo Tahun 2013. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
- Singgih, Haryadi. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan Sensor Warna dengan Bantuan FMR (Formalin Main Reagent). Malang: Politeknik Negeri Malang.
- Suryahadi, Herman. dkk. 2010. Analisis Formalin dalam Sampel Ikan dan Udang Segar dari Pasar Muara Angke. Depok: Universitas Indonesia.
- Winarno F.G, Rahayu TS. 1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
- Wikipedia. 2015. Larutan Fehling. Diakses di http://id.wikipedia.org/wiki/Larutan_Fehling pada tanggal 9 November 2015.
- Yulisa, Nadya. dkk. 2014. Uji Formalin pada Ikan Asin Gurami di Pasar Tradisional Pekanbaru. Pekanbaru: Universitas Pekanbaru
Tinggalkan komentar