KROMATOGRAFI KOLOM
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum
a.Mempelajari cara pemisahan komponen kimia dengan kromatografi kolom.
b.Mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap kualitas pemisahan.
2. Waktu Praktikum
dd/mm/yy
3. Tempat Praktikum
B. LANDASAN TEORI
Di tahun 1903, Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat sebagai cara untuk mendistribusikan suatu campuran. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fasenya adalah fase diam. Transfer massa antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori. Laju perpindahan suatu molekul zat terlarut tertentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut di antara fase bergerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahanan secara selektif, maka masing-masing komponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang tergantung pada karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda, mengingat bahwa proses keseluruhannya adalah fenomena migrasi secara diferensial yang dihasilkan oleh tenaga pendorong tidak selektif berupa aliran fase bergerak (Khopkar, 2010 : 135).
Kromatografi kolom merupakan teknik kromatografi yang paling awal ditemukan. Ditinjau dari mekanismenya, kromatografi kolom merupakan kromatografi serapan atau adsorbsi. Kromatografi kolom digolongkan ke dalam kromatografi cair-padat kolom terbuka. Kolom umumnya terbuat dari pipa kaca dengan ukuran bervariasi tergantng pada keperluannya, umumnya ukuran panjang kolom minimal 10 kali diameter pipa kaca yang digunakan kolom yang dilengkapi dengan kran untuk mengatur aliran pelarut diatas kran dipasang wol kaca (glass wool) untuk menahan fase diam. Fase diam merupakan absorben yang tidak boleh larut dalam fase gerak, ukuran partikel fase diam harus seragam. Sebagai fase diam dapat digunakan alumina, silika gel, arang, bauksit, magnesium karbonat, kalsium karbonat, talk, pati, selulosa, gula, dan tanah diatom. Pengisian fase diam dalam kolom dapat dilakukan dengan cara kering dan cara basah. Dalam cara basah fase diam diubah dulu menjadi bubur lumpur(slurry). Dengan pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak kemudian baru diisikan ke dalam kolom (Soebagio, 2002: 83).
Kadang-kadang tidak satupun fase bergerak yang cocok dengan elusi dari seluruh komponen sampel. Misalnya dalam adsorbsi, pelarut yang cukup non polar mungkin ideal untuk mengelusi beberapa zat yang kurang polar dimana zat terlarut yang lebih polar kemudian dapat memperlihatkan suatu retensi panjang yang berlebihan. Pada kasus seperti itu, teknik elusi bergradien dapat sangat bermamfaat. Komposisi fase bergerak tersebut diubah secara kontinyu dengan membiarkan pelarut yang lebih polar mengalir ke dalam reservois yang mengandung zat terlarut yang lamban itu akan mengalir ke dalam kolom. Reservoir kemudian diaduk. Sekarang zat terlarut yang lamban itu akan mengalir lebih cepat dengan meningkatnya kemampuan mengelusi dari campuran pelarut (Underwood,2001: 548).
Pemisahan CLA hasil isomerisasi pada penelitian ini dilakukan dengan kromatografi kolom yang dimodifikasi yaitu dengan mengimpregnasi fasa diam silika gel dengan perak nitrat. Pemisahan didasarkan pada fenomena terjadinya ikatan koordinasi yang dapat balik (revesibel) antara ikatan rangkap komponen yang akan dipisahkan dengan ion perak melalui kompleks EDA (electron donor acceptor). Kekuatan reversibilitas ikatan rangkap dengan ion perak sebanding dengan jumlah ikatan rangkap dan isomer dengan geometri trans, sehingga waktu elusi tiap komponen akan berbeda Metode elusi dilakukan secara bergradien dengan campuran pelarut heksana dan aseton yang didasarkan pada pemisahan GLA (gamma linoleic acid) dari EPO (evening primrose oil) dan berbagai biji – bijian. Sebanyak 20g silika gel 60G ditambahkan ke dalam 50 mL etanol untuk membentuk bubur silika gel. Di tempat lain dibuat 1 g AgNO3 dalam 50 mL etanol dan diaduk dengan pengaduk magnet. Selanjutnya larutan perak nitrat dicampurkan dengan bubur silika gel dan diaduk sekitar 10 menit. Etanol diuapkan dengan rotary evavorator vacuum (50oC) dan silika gel terimpregnasi diperoleh dengan pemanasan dalam oven pada suhu 105oC selama 2 jam. Kolom disiapkan dengan melarutkan silika gel terimpregnasi perak nitrat dengan pelarut n-heksana hingga menjadi bubur. Selanjutnya bubur dimasukkan kedalam kolom dengan diameter 2,5 cm dan tinggi 30 cm hingga kolom bebas gelembung udara. Kolom dibiarkan selama satu malam dengan pelarut sekitar 2 cm di atas fasa diam dengan menutup keran bagian bawah dan bagian atas untuk menghindari kekeringan. Sebanyak 2,5 mL sampel yang akan dipisahkan dimasukkan kedalam kolom dan dilakukan elusi bergradien dengan pelarut heksana dan aseton. Kepolaran pelarut dinaikkan dengan menambah jumlah aseton dengan variasi perbandingan heksana : aseton adalah: 97,5 : 2,5; 95 : 5; 90 : 10; 80 : 20; 70 : 30 dan 60 : 40 (v/v) dengan masing masing fraksi ditampung sebanyak 8 x 5 mL. Sampling tiap fraksi di KLT dengan pengungkapan noda menggunakan lampu UV untuk melihat kemiripan pola noda dengan standar. Hasil terbaik ditentukan berdasarkan analisis GC sampel yang dibuat data KLTnya. Identifikasi hasil pemisahan terbaik dianalisis denga alat, FTIR, UV dan GC – MS yang dibandingkan dengan data standar (Sitorus, 2011).
Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari biji kedelai (Glycine max). Dari 1740,83 g serbuk kering biji kedelai diperoleh sekitar 17,82 g ekstrak kental metanol yang berwarna kuning kecoklatan. Hasil hidrolisis terhadap ekstrak kental ini dengan HCl 2N adalah 2,61 g ekstrak n-heksana. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana positif mengandung flavonoid. Pemisahan dan pemurnian terhadap ekstrak n-heksana dilakukan dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. kromatografi kolom adalah silika gel, sedangkan fase geraknya digunakan fase gerak yang memberikan pemisahan terbaik pada KLT. Silika gel 60 (70-100) Mesh terlebih dahulu dipanaskan dalam oven pada suhu 1100C, kemudian ditambahkan sedikit fase geraknya sehingga menjadi bubur. Pelarut (fase gerak yang digunakan) dimasukkan ke dalam kolom sampai hampir penuh dan keadaan kran kolom tertutup. Setelah itu kecepatan aliran kolom diatur dan bubur dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom sampai seluruh bubur masuk ke dalam kolom. Setelah bubur masuk, fase diam ini dielusi hingga homogen (kolom ini didiamkan selama 1 hari sehingga diperoleh pemampatan yang sempurna). Sementara itu sampel dilarutkan dalam pelarut, kemudian sampel dimasukkan dengan hati-hati melalui dinding kolom dan aliran fase gerak diatur. Begitu sampel masuk ke dalam fase diam, fase gerak ditambahkan secara kontinyu sampai terjadi pemisahan. Eluat ditampung pada botol penampung fraksi setiap 3 mL, kemudian keseluruhan fraksi yang dihasilkan dilakukan KLT penggabungan. Fraksi hasil KLT penggabungan yang mempunyai pola pemisahan sama (harga Rf sama) digabungkan, kemudian diuapkan dengan penguap putar vakum dan masing-masing kelompok fraksi yang diperoleh diuji dengan pereaksi flavonoid (Asih, 2009).
Identifikasi senyawa antibakteri terhadap Micrococcus luteus dan Eschericia coli telah dilakukan pada ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.)). Ekstraksi komponenya menggunakan cara maserasi dengan etanol 70%. Pemisahan fraksinya menggunakan partisi cair-cair (n-heksana, etil asetat, dan kloroform) dan dua tahap kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel dan eluen pertama campuran etil asetat-kloroform (3:7;2,5:7,5; dan 2:8), dan eluen kedua campuran etil asetat-kloroform (2:8; 1,5:8,5; dan 1:9). Sebanyak 300 gram serbuk kering daun kecapi diekstraksi dengan cara maserasi selama 24 jam menggunakan pelarut etanol 70% dengan cara berulang-ulang sampai diperkirakan semua metabolit habis terekstraksi. Ekstrak yang diperoleh kemudian diupkan menggunakan evaporator. Ekstrak kasar (Crude extract) etanol kemudian dilarutkan dalam air dan dipartisi berturut-turut dengan n-heksana, etil asetat, dan kloroform. Ketiga ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan dan diuji bioaktivitas antibakterinya. Ekstrak yang paling aktif kemudian dipisahkan menggunakan kromatografi kolom (silika gel) dengan eluen yang pertama menggunakan tiga macam campuran etil asetat-kloroform (3:7;2,5:7,5; dan 2:8) dan yang kedua menggunakan tiga macam campuran etil asetat-kloroform (2:8; 1,5:8,5; dan 1:9). Fraksi yang paling aktif dan murni kemudian diidentifikasi dengan uji reaksi fitokimia dan dengan kromatografi gasspektroskopi massa (Swantara, 2009).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat-alat Praktikum
a. Mortar
b. Penggerus
c. Rubber bulb
d. Pipet volum 5 mL
e. Gelas ukur 25 mL
f. Gelas ukur 100 mL
g. Kolom kromatografi
h. Erlenmeyer 250 ml
i. Erlenmeyer 100 mL
j. Pipet tetes
k. Pengaduk
l. Corong kaca 60 mm
m. Cawan kaca
n. Oven
o. Statif
p. Gelas kimia 250 mL
q. Gelas kimia 100 mL
r. Stopwatch
s. Kapas
t. Aluminium foil
2. Bahan-bahan Praktikum
a. Larutan n-heksan
b. Aquades (H2O(l))
c. Silika gel
d. Pewarna makanan
e. Larutan isopropanol
D. SKEMA KERJA
E. HASIL PENGAMATAN
gambar kromotografi kolom
No
|
Percobaan
|
Hasil Pengamatan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Penyiapan silika gel (fase diam)
Penyiapan sampel
Penyiapan larutan pengembang
Penyiapan kolom
Pemisahan sampel
|
· Serbuk silika menjadi lebih halus setelah digerus
· Pewarna yang awalnya hijau tua pekat, setelah dilarutkan dengan air : etanol menjadi lebih encer (hijau lebih muda)
· n-heksan : cair bening
· n-heksan + etanol : bening
· n-heksan + etanol +H2O : bening
· Silika memadat di dalam kolom setelah dipacking beberpa menit
· Fase diam teraliri oleh fase gerak berada lebih tinggi dari pada fase diam
· Terbentuk cincin-cincin hijau pada silika yang tidak begitu sempurna. Cincin-cincin berubah warna dari hijau menjadi hijau muda dan biru yang tidak begitu jelas. Waktu 25 menit.
|
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini bertujuan untuk mempelajari cara pemisahan komponen kimia dengan kromatografi kolom dan pengaruh jenis pelarut terhadap kualitas pemisahan. Ditinjau dari mekanismenya kromatografi kolom merupakan kromatografi serapan atau adsorpsi. Kromatografi kolom digolongkan ke dalam kromatografi cair padat. Fase gerak pada kromatografi berupa cairan atau pelarut. Sedangkan fasa diam berupa padatan yang bersifat sebagai absorben dan tidak boleh larut dalam fasa gerak. Ukuran partikel fasa diam harus seragam. Zat pengotor yang terdapat pada fasa diam menyebabkan adsorpsi tidak reversible. Fasa diam yang digunakan dalam praktikum ini adalah silika gel. Silika gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar-agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silika gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penopang katalis. Silika gel penyerap kandungan air bisa diaktifkan sesuai kebutuhan.
Aktifasi silika gel merupakan tahap awal yang penting dilakukan dalam menyiapkan suatu kolom kromatografi. Sebelumnya serbuk silika gel digerus dalam mortar. Adapun tujuan penggerusan ini adalah supaya ukuran molekul pada silika sebagai fasa diam dapat lebih kecil sehingga kerapatan permukaannya akan lebih meningkat. Dengan semakin rapatnya molekul-molekul silika sebagai fasa diam, maka semakin optimal suatu pelarut dapat melakukan pemisahan. Oleh karena itulah, ukuran partikel dari adsorben atau silka gel sangat berpengaruh pada bagaimana eluen bergerak melewati kolom.
Setelah silika gel digerus, silika gel tersebut dipanaskan dalam oven pada suhu 110°C sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam. Tujuan pemanasan ini untuk menghilangkan uap air yang terdapat pada silika. Karena titik didih air 100°C, maka dengan cara dipanaskan pada suhu 110°C silika yang sifat suka air (menyerap air atau uap air) dapat terbebas dari air atau uap air tersebut. Proses ini merupakan proses pengaktifasian silika. Dengan hilangnya molekul air, maka silika akan lebih aktif dalam berinteraksi dengan senyawa yang akan dipisahkan dalam kolom. Selain itu, pemanasan silika ini juga bertujuan untuk memperbesar pori silika dengan cara mengoksidasi molekul-molekul permukaannya. Sehingga silika mengalami perubahan sifat, baik sifat fisika maupun kimia, yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorpsi. Semakin kecil pori-porinya, maka semakin luas permukaan silikanya. Dengan semakin luasnya permukaan silika tersebut, maka semakin cepat daya adsorpsinya.
Penyiapan kolom(packingkolom) atau pengemasan adalah salah satu faktor penting untuk memperoleh hasil pemisahan yang baik.Dalam praktikum ini,pengisian fasa diam ke dalam kolom dilakukan dengan cara basah. Karena pada saat memasukkannya ke dalam kolom, silika terlebih dahulu dengan eluen (pelarut).
Sebelum silika dimasukkan dalam kolom terlebih dahulu dimasukkan kapas pada bagian dasar kolom hingga bagian tersebut tertutup rapat oleh kapas. Fungsi kapas disini adalah untuk menahan silika yang memiliki molekul kecil tidak ikut keluar dari keran pada saat proses pemisahannya karena adanya desakan dari eluen atau fase geraknya. Pengisian silika dalam kolom harus benar-benar mampat, tujuannya untuk mencegah molekul-molekul silika yang kecil masuk ke dalam celah-celah yang renggang pada saat menuangkan dan mengalirkan eluen ke dalamnya. Dalam packing kolom, tujuan dari dibukanya keran pada kolom adalah untuk memastikan kondisi keluarnya tetesan dari suatu elusi larutan dapat berjalan optimal atau tidak pada setiap tetesannya.
Dalam proses pemisahannya, langkah pertama adalah sampel yang telah dilarutkan dengan pelarut yang sesuai dimasukkan di bagian atas kolom yang sudah terisi silika (fasa diam). Kemudian fasa gerak dialirkan perlahan-lahan sepanjang kolom. Pada fase gerak mengalir sepanjang kolom, fasa gerak akan membawa campuran komponen ke bawah. Kesetimbangan dinamis antara komponen yang teradsorpsi pada fasa diam dengan komponen yang terlarut dalam fasa diam akan terjadi selama fase gerak mengalir ke bawah tadi. Karena setiap komponen dalam campuran memiliki koefisien distribusi yang berbeda-beda, maka kecepatan migrasi pun berbeda. Perbedaan kecepatan migrasi ini lah yang menyebabkan terjadinya pemisahan komponen-komponen dalam campuran. Komponen-komponen yang terpisah nampak sebagai pita-pita atau cincin-cincin berwarna dalam fasa diam yang selanjutnya masing-masing pita tersebut terdorong keluar kolom dengan pembuatan fasa gerak, ditampung, dipisahkan, dan diidentifikasi.
Berdasarkan hasil percobaan, pada awalnya cincin-cincin yang terbentuk berwarna hijau dengan bentuk cincin yang tidak sempurna ( melengkung ke bawah). Lama kelamaan pun muncul warna baru yaitu nuansa biru, dan semakin lama semakin jelas terlihat cincin berwarna biru muda. Untuk bisa mengeluarkan warna cincin dari kolom ini dibutuhkan waktu yang cukup lama sekitar ± 30 menit. Tidak sempurnanya bentuk cincin tersebut disebabkan karena tidak mampatnya silika yang dimasukkan ke dalam kolom sehingga ketika silika tersebut teraliri oleh eluen maka molekul-molekul silika yang kecil masuk ke dalam celah-celah silika yang kosong. Fase gerak yang digunakan dalam percobaan ini adalah campuran dari n-heksan, isopropanol, dan aquadest.
Konsep pemisahan menggunakan kromatografi kolom ini didasarkan pada sifat kepolaran senyawa yang digunakan. Fase diam (silika gel) yang bersifat polar akan berikatan lebih erat dengan senyawa polar sehingga senyawa polar lebih lama berada dalam kolom. Jadi, tidak mengherankan bila pelarut yang lebih polar membawa senyawa lebih cepat melintasi kolom karena senyawa tersebut kurang berinteraksi dengan fase diam yang polar dan hanya berada dalam kolom untuk waktu yang lebih singkat (Bresnick, 2003 : 98).
Sistem pelarut dengan kepolaran yang bertingkat sering juga digunakan adalah pelarut mengelusi kolom. Dalam hal ini pelarut yang pertama kali digunakan adalah pelarut non polar untuk mengelusi komponen yang kurang polar. Pelarut yang lebih polar ditambahkan untuk mengelusi komponen yang lebih polar juga.
Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada beberapa faktor yaitu : pemilihan adsorben sebagai fase diam, kepolaran pelarut atau pemilihan pelarut yang sesuai sebagai fasa gerak, ukuran kolom (panjang dan diameter) relatif terhadap jumlah material yang akan dipisahakan dan laju elusi atau aliran fasa gerak. Semua jenis kromatografi melibatkan proses kesetimbangan molekul-molekul yang dinamis dan cepat diantara dua fasa. Kesetimbangan bergantung pada : kepolaran dan ukuran molekul yang dipisahkan, kepolaran fase diam dan kepolaran fase gerak.
G. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kromatografi adalah teknik untuk memisahkan campuran menjadi komponenya dengan bantuan perbedaan sifat fisik masing-masing komponen. Prinsip dasar dari kromatografi ini yaitu berdasarkan tingkat kepolaran antara eluen dan sampel yang digunakan. Dalam praktikum ini digunakan kromatografi fasa normal yaitu fasa diamnya polar dan fasa geraknya non polar. Silika sebagai fasa diam bersifat sangat polar, sehingga senyawa-senyawa yang semakin polar akan semakin lama tertahan di fasa diam, dan senyawa-senyawa yang semakin tidak (kurang) polar akan terbawa keluar kolom lebih cepat.
2. Keakuratan hasil pemisahan dengan metode kromatografi bergantung pada beberapa faktor seperti, kepolaran pelarut, ukuran kolom dan laju elusi. Dan juga jenis pelarut dapat mempengaruhi kualitas pemisahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. A. R. Astuti. 2009. Isolasi dan identifikasi senyawa isoflavon dari kacang kedelai (Glycine max). Bali : universita udayana.
Bresnick, Stephen. 2003. Intisari Kimia Organik. Jakarta : Hipokrates.
Khopkar, S.M., 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Sitorus, Marham, dkk. 2011. Isomerisasi Linoleat dalam Minyak Jarak Hasil Dehidrasi Menjadi Linoleat Terkonjugasi dan Pemisahannya dengan Kromatografi Kolom Fasa Diam Silika Gel yang Diimpregnasi Perak Nitrat. Padang : UNAND.
Soebagio, dkk. 2002. Kimia Analitik 2. Malang : UNM.
Swantara I M. Dira dan Yenni Ciawi. 2009. Identifikasi Senyawa Antibakteri Pada Daun Kecapi (Sandoricum koetjape (Burm.f.)). Bali : Universitas Udayana.
Underwood, A.L., Day, R.A 2001. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
Tinggalkan komentar