KOEFISIEN DISTRIBUSI Laporan Praktik terbaru

KOEFISIEN DISTRIBUI

FUSTAKA
Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau diebut juga ekstraksi cair merupakan metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan dengan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzene, karbon tetraklorida, atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar, 2010 : 90).

Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solut) di antara dua fasa cair yang tidak saling bercampur. Secara umum, ekstraksi adalah proses penarikan suatu zat terlarut dari larutannya di dalam air oleh suatu pelarut lain yang tidak dapat bercampur. Pelarut yang umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CCl4, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan basa-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar.Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001: 37).

Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelaruttersebut,maka akan terjadi pembagian solut dengan perbandingan tertentu.Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Perbandingankonsentrasi solut di dalam keduapelaruttersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisisen sdistribusi yang dinyatakan dengan rumus :

KD = C2/C1     atau   KD = C0/Ca

Dengan KD= Koefisien distrribusi, dan Co, dan Ca adalah konsentrasi solutepada pelarut organik dan air. Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasisolute dalam pelarut organik dituliskan di atas dan konsentrasi solute dalam pelarut dituliskan di bawah. KD hanya berlaku bila : solut tidak terionisasi dalam salah satu pelarut, solute tidak berasosiasi dengan salah satu pelarut (Soebagio ,2002 : 54).

Beberapa cara dapat mengklasifikasikan sistem ekstraksi, cara klasik adalah mengklasifikasikan berdasarkan sifat zat yang diektraksi, sebagai khelat atau sistem ion berasosiasi. Ada sistem ekstraksi yang melibatkan pembentukan pasangan ion. Ekstraksi berlangsung melalui pembentukan spesies netral yang tidak bermuatan diekstraksi ke fase organik. Pada banyak sistem ekstraksi, ekstraktan dilarutkan dengan suatu pengencer yang tidak saling bereaksi yang disebut diluen. Pemakaian diluen terutama untuk memperbaiki sifat fisika dan fasa organik. Pelarut organik sebagian besar mempunyai berat jenis dan kekentalan tinggi, maka menyebabkab sukarnya proses pemindahan solut dari fasa air ke fasa organik. Untuk mempermudah proses tersebut kekentalan fasa organik harus di turunkan dengan cara menambahkan pengencer organik. Salah satu pengencer organik yang sering digunakan adalah kerosin (Purwani, 2008).

Koefisen distribusi atau partisi (partition coefficient), K didefinisikan sebagai perbandingan antara fraksi berat solut dalam fase ekstrak, (Xc)E dibagi dengan fraksi berat solut dalam fase rafinat, (Xc)R pada keadaan kesetimbangan.

K= (Xc)E / (Xc)R

Koefisien distribusi dapat juga dinyatakan dalam fraksi mol

            Ko = yo  / xo   

dimana : yo, xo masing-masing adalah fraksi mol solut dala fase rafinat dan fase ekstrak (Kasmiyatun, 2010).

Telah dilakukan proses re-ekstarsi larutan uranium hasil ekstraksi limbah uranium cair. Tujuan percobaan adalah untuk menentukan perbandingan volume fase air dan fase organik serta jumlah tingkat re-eksraksi yang terbaik dengan harapan adalah akan diperoleh koefisien distribusi yang maksimal. Umpan yang digunakan adalah larutan uranium fase organik hasil ekstraksi limbah radioaktif cair yang ada di laboratorium kendali kualitas Bidang Bahan Bakar Nuklir. Dari percobaan diperoleh hasil perbandingan terbaik fase air dan organik adalah = 1: 1, dengan jumlah tingkay re-ekstraksi 2 tingkat. Dengan menggunakan kedua parameter tersebut diperoleh koefisien distribusi rerata sebesar (0,82 ± 0,02) (Torowati, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

  • Arsyad, M. N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Gramedia. Jakarta.
  • Daintith, John. 1997. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.
  • Day, R.A. dan Underwood.1981. Analisis Kimia Kuantitatif (edisi ke-enam). Jakarta: Erlangga.
  • Kasmiyatin ,Mega. 2010. Ekstraksi Asam Asetat dan Asam Oksalat : Pengaruh Konsentrasi Solut Terhadap Koefisien Distribusi. Semarang : UNTAG.
  • Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
  • Purwani, MV, dkk. 2010. Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai Asam Di-2-Etil Heksil Fosfat. Yogyakarta : BATAN.
  • Rivai, Harizui. 2001. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
  • Soebagio, dkk. 2002.Kimia Analitik II. Malang: Universitas Negeri Malang.
  • Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
  • Sugiyarto, Kristian. 2001. Kimia Anorganik 1 (Dasar-Dasar Kimia Anorganik Non Logam).Yogyakarta : Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY.
  • Torowati. 2008. Pengaruh Perbandingan Volume Fase Air dan Organik Serta Jumlah Tingkat Re-Ekstraksi Dalam Proses Re-Ekstraksi Larutan Uranium. Tengerang : BATAN.
  • Vogel.1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semi Mikro Bagian II.Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.

Related Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *