Kita Membutuhkan Alasan Tuhan untuk Mempertahankan Ras Manusiawi

admin

0 Comment

Link

Kita bisa belajar dari history perjalanan manusia, ada era, musim yang telah berubah, sejarah, arkeolog, antropolg bahkan teori evolusi juga menceritakan manusia berasal dari sesuatu yang lemah, terbatas baik alat ataupun kemampuan otak yang lemah. Kemudian kita melaju menjadi manusia yang mampu mengembangkan kemampuan, mempertahankan komunitas, membuat hukum, aturan dan ekosistem yang stabil.

Di awal era pencapaian ini kita dihadapkan dengan fakta manusia membutuhkan persaingan atau apa yang disebut hukum rimba versi mahluk cerdas, ada kolonialisme, perebutan batas negara, monarki, yang sejarah akan terus mencatat sebagai istilah kemerdekaan, perang dunia I dan II

Anda yang lahir dinegara negara bertumbuh, sekarang atau tahun 90an alan merasakan betul bagaimana teknologi yang kita anggap mustahil esoknya kita terbangun sudah terjual di toko-toko. Jika anda mengulik kisah orang tua anda dimasa lalu, bukan hanya sejarah perjuangan hidup atau bagaimana keluarga ini terbentuk yang akan anda dengar, tapi sistem manua, dan kaki lebih banyak melangkah dibanding hari ini.

Ini modern, faktanya bahwa kita berada pada titik perubahan, tidak hanya pada teknologi atau hal baru, culture budayapun sudah mulai luntur, bahasa-bahasa hormatpun tergeser bahasa gaul, tatakramapun mulai pudar, kita harus sadar era dan musim berubah akan mempengaruhi banyak hal.

Lalu muncul pertanyaan mendasar, dimanakah letak puncak peradaban manusia?

Apa yang kita sebut sebagai manusia adalah mahluk cerdas dengan emosi yang sempurna atau yang kita sebut sebagai prilaku “manusiawi” kemampuan untuk berkasih sayang, menumbuhkan cinta, amarah, berbagi dan merasakan emosi orang lain, itu adalah manusia.

Dimana dan kapan puncak pradaban manusia? Jawabannya Mungkin belum atau sudah berlalu. Jika belum, maka kita berada pada fase mengembangkan kemampuan dan perasaan emosional manusiawi. Tapi bisa jadi, puncak peradaban manusia telah berlalu, emosiaonal manusia yang kita sebut manusiawi perlahan-lahan memudar, ada banyak kebencian yang menyebar, Genosida myanmar, cina dan intoleransi india, perang yang terus terjadi di negara-negara arab, isu dan polemik virus mingkin memang peradaban manusia manusiawi telah berakhir. Atau barang kali kita opsi cacat terakhir, yang mungkin mendukung teori evolusi dan catatan sejarah manusia, bahwa manusia kehilangan sesuatu saat yang lainnya ditemukan namun itu bukanlah opsi yang adil.

Jika memang ras manusiawi telah berakhir
Tentu saja itu artinya emosional manusiapun makin kurang, entah alasan evlosi dan itu harus terjadi karena perubahan zaman, yang pasti mungkin itulah yang kita rasakan kini, kebaikan dan nilai moral bisa jadi hilang, aturan dan hukum akan mengikuti kehendak manusia.

Efeknya, manusia bisa jadi tak peduli siapa anda dan tengkorak tetangganya yang telah mati setahun lalu, defisit emosional memungkinkan orang lebih merasakan kepuasan menghilangkan, memutuskan, merusak dibanding berbagi dan memperbaiki.

Apakah manusia seharusnya bertuhan?
Alasan bawah sadar sebagai alasan manusia mempercayai tuhan mungkin sesuatu yang tertinggal dari harta karun di pase puncak pradaban manusia yang manusiawi. Dimana kepercayaan menekan emosional manusia untuk ikhlas dan sabar, berbagi dan berkasih sayang dengan harapan balasan abstratural dari tuhan.

Manusia membutuhkan kontrol diri secara individu, berupa pertimbangan dan takaran untuk memenangkan pilihan yang baik bagi semua orang, alasan bisa tercipta dan dipertahankan dari kepercayaan pengawasan dan penilaian dari tuhan.

NOTE**
Tulisan bersambung… anda bisa mengirim ide, pendapat atau gagasan untuk melengkapi tulisan ini yang bisa anda kirim dikomentar atau dihalaman facebook, bagian tulisan yang kami terima nama anda akan tetap dicantumkan sebagai sumber ide 

Tags:

Share:

Related Post

Tinggalkan komentar